QIRO’AT AL-QUR’AN

Qira’at Al-Qur’an:

Pengertian, Sejarah, dan Macam-Macamnya

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. Sebagai petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia, Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab yang fasih dan indah. Salah satu aspek penting dalam membaca dan memahami Al-Qur’an adalah ilmu qira’at, yaitu variasi bacaan yang berbeda dari Al-Qur’an yang telah diajarkan Nabi kepada para sahabat.

Pengertian Qira’at Al-Qur’an

Secara etimologis, qira’at berasal dari kata kerja “قرأ” yang berarti membaca. Dalam konteks Al-Qur’an, qira’at merujuk kepada variasi atau cara membaca Al-Qur’an yang disampaikan melalui rantai periwayatan yang sahih dari Nabi Muhammad SAW kepada para sahabat. Qira’at ini mencakup variasi dalam pelafalan, tajwid, serta penggunaan huruf dan kata yang sedikit berbeda, namun tetap memiliki makna yang sama dan tidak mengubah esensi ajaran Al-Qur’an.

Dalam ilmu qira’at, variasi ini bukanlah hasil inovasi para ulama atau pembaca, melainkan bagian dari cara Allah menurunkan Al-Qur’an, yang sesuai dengan dialek-dialek Arab di zaman Nabi. Oleh karena itu, memahami qira’at sangat penting untuk menjaga keaslian dan kekayaan warisan bacaan Al-Qur’an.

Sejarah Qira’at Al-Qur’an

Pada masa awal Islam, penduduk Jazirah Arab berbicara dengan berbagai dialek (lahjah). Beberapa suku memiliki cara pelafalan yang berbeda meskipun mereka berbicara dalam bahasa Arab. Ketika wahyu Al-Qur’an diturunkan, Nabi Muhammad SAW, dengan izin Allah SWT, mengajarkan bacaan Al-Qur’an dengan variasi qira’at agar dapat dipahami oleh seluruh suku Arab, mengingat perbedaan dialek di antara mereka.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah apa yang mudah darinya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menjadi dasar penting dalam memahami adanya variasi qira’at atau bacaan dalam Al-Qur’an.

Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, ketika Islam mulai menyebar ke luar Jazirah Arab dan banyak orang non-Arab mulai memeluk Islam, muncul kekhawatiran tentang perbedaan dalam bacaan Al-Qur’an yang dapat menimbulkan kesalahpahaman. Khalifah Utsman kemudian memerintahkan kodifikasi Al-Qur’an menjadi satu mushaf resmi yang dikenal sebagai Mushaf Utsmani. Meskipun mushaf ini menjadi standar, variasi qira’at yang sahih tetap diajarkan oleh para ulama, selama memenuhi syarat-syarat tertentu.

Syarat Qira’at yang Sahih

Para ulama menetapkan beberapa syarat agar suatu qira’at dapat dianggap sahih dan diakui dalam Islam. Syarat-syarat tersebut adalah:

  1. Mutawatir: Qira’at tersebut harus diriwayatkan secara mutawatir, yaitu melalui rantai periwayatan yang sangat banyak, sehingga mustahil terjadi kesalahan atau kebohongan.
  2. Sesuai dengan Kaidah Bahasa Arab: Bacaan tersebut harus sesuai dengan kaidah tata bahasa Arab yang benar.
  3. Sesuai dengan Mushaf Utsmani: Bacaan tersebut harus sesuai dengan mushaf yang disusun pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Jika ada perbedaan, perbedaan tersebut harus berada dalam ruang lingkup variasi bacaan yang diizinkan oleh para sahabat dan ulama.

Jika suatu qira’at tidak memenuhi salah satu dari ketiga syarat ini, maka qira’at tersebut tidak dianggap sahih dan tidak boleh digunakan dalam shalat atau bacaan Al-Qur’an sehari-hari.

Macam-macam Qira’at Al-Qur’an

Secara umum, para ulama mengenal tujuh qira’at yang masyhur dan mutawatir. Tujuh qira’at ini dikenal sebagai Qira’at Sab’ah atau qira’at tujuh imam. Berikut adalah tujuh imam qira’at beserta beberapa perawi utama mereka:

  1. Imam Nafi’ (Madinah)
    Perawi: Qalun dan Warsh.
  2. Imam Ibn Kathir (Makkah)
    Perawi: Al-Bazzi dan Qunbul.
  3. Imam Abu ‘Amr (Basrah)
    Perawi: Al-Duri dan Al-Susi.
  4. Imam Ibn ‘Amir (Syam)
    Perawi: Hisham dan Ibn Dhakwan.
  5. Imam Asim (Kufah)
    Perawi: Shu’bah dan Hafs (bacaan yang paling banyak digunakan oleh umat Islam di seluruh dunia saat ini adalah riwayat Hafs dari Imam Asim).
  6. Imam Hamzah (Kufah)
    Perawi: Khalaf dan Khallad.
  7. Imam Al-Kisai (Kufah)
    Perawi: Al-Duri dan Abu Harith.

Selain tujuh qira’at ini, terdapat juga tiga qira’at lainnya yang diakui oleh sebagian ulama, sehingga total ada sepuluh qira’at yang dikenal. Meskipun ada perbedaan dalam bacaan, semua qira’at tersebut tetap memiliki makna yang sama dan tidak bertentangan dengan ajaran pokok Al-Qur’an.

Hikmah dan Pentingnya Qira’at

Keberadaan qira’at Al-Qur’an menunjukkan keuniversalan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Variasi dalam bacaan ini bukanlah tanda ketidakkonsistenan, tetapi justru menegaskan fleksibilitas Al-Qur’an dalam menghadapi perbedaan budaya dan bahasa. Selain itu, variasi qira’at juga menjadi tanda kekayaan Al-Qur’an dari segi linguistik dan keindahan bahasanya.

Ilmu qira’at juga sangat penting dalam menjaga keaslian Al-Qur’an. Dengan adanya berbagai variasi bacaan yang diriwayatkan melalui sanad yang sahih, Al-Qur’an terjaga dari penambahan, pengurangan, atau perubahan apapun. Oleh karena itu, para ulama dan penghafal Al-Qur’an terus mempelajari dan mengajarkan ilmu ini dari generasi ke generasi.

Kesimpulan

Qira’at Al-Qur’an adalah variasi bacaan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dan diriwayatkan secara mutawatir oleh para sahabat dan ulama. Variasi bacaan ini memperkaya warisan Al-Qur’an tanpa mengubah makna pokoknya. Ilmu qira’at penting dalam menjaga keaslian teks Al-Qur’an dan menunjukkan fleksibilitas bahasa Al-Qur’an dalam menghadapi perbedaan dialek dan budaya. Melalui qira’at, umat Islam dapat memahami dan menghargai keindahan serta keagungan Al-Qur’an sebagai mukjizat yang abadi.


Referensi:

  1. Jalaluddin As-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an, Dar al-Fikr, 2008.
  2. Abu ‘Amr Ad-Dani, Al-Muqni’ fi Ma’rifat Marsum Mushaf Ahli Al-Amsar, Dar al-Fikr, 1997.
  3. Ibn Al-Jazari, An-Nashr fi Al-Qira’at Al-Ashr, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1995.
  4. Manna’ Al-Qattan, Mabahith fi Ulum Al-Qur’an, Maktabah al-Ma’arif, 1981

Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *